Dalam album Lust for Life (2017), Lana Del Rey mulai melangkah keluar dari dunia internal yang selama ini ia ciptakan lewat lagu-lagu cinta yang sunyi dan penuh luka. Kali ini, ia membuka jendela lebih lebar—menyentuh isu sosial, spiritualitas, dan keresahan kolektif. Lana tidak lagi hanya bernyanyi untuk kekasih atau diri sendiri. Ia mulai bicara untuk generasi, untuk masa muda, bahkan untuk dunia.
Lagu When the World Was at War We Kept Dancing menjadi titik balik. Di tengah gejolak politik global, Lana menyuarakan harapan lewat keheningan yang tenang. Ia tidak berteriak, tetapi memilih menyampaikan kegelisahan dengan cara lembut dan reflektif. Ia mengajak pendengar untuk tetap menari, meski dunia berada di ambang kehancuran. Di sini, ia menunjukkan bahwa kekuatan tidak selalu muncul dalam bentuk amarah—kadang ia datang lewat ketenangan dan cinta.
Lana juga menggandeng The Weeknd, A$AP Rocky, dan Stevie Nicks dalam kolaborasi lintas genre yang menunjukkan keterbukaannya pada dunia luar. Ia memperluas pandangannya, menyentuh tema budaya, kesetaraan, dan identitas. Lagu God Bless America – And All the Beautiful Women in It menjadi bentuk penghormatan kepada perempuan yang terus bertahan dan bersuara, terutama dalam iklim sosial yang penuh tekanan.
Meski begitu, Lana tidak sepenuhnya meninggalkan tema personal. Ia tetap menulis tentang cinta dan kerinduan, tapi kali ini dengan kesadaran baru. Ia sadar bahwa dirinya bukan satu-satunya yang merasa kehilangan—dunia pun sedang berduka. Dengan Lust for Life, situs medusa88 Lana menunjukkan bahwa menjadi puitis dan politis bisa berjalan berdampingan. Ia tidak hanya menciptakan lagu, ia menciptakan ruang untuk berpikir dan merasakan bersama.